KILAS BALIK
Dari GIVLO sampai FPOK
(A short history)
Oleh:
Prof. Harsono, Drs.,M.Sc.
1.
Sebelum 1947; sebelum tahun 1947
(sumber lama menyebutkan “dalam tahun 1940-an” di Surabaya didirikan suatu
institut untuk latihan jasmani yang disebut GIVLO (Gouvernements Instituut voor
Lichaamlijke Oefeningen).
2.
1949—jadi setelah GIVLO
ditutup, pendidikan itu pindah ke Bandung dan bernama AILO. Direktur waktu
ialah orang Belanda namanya DOBBENGA. Para mahasiswa AILO yang pertama-tama
adalah lulusan HBS (Hogere Burger School), antara lain: Mochtar Saleh, Lay Sie
Fo, Oen Bing Tiat, Hariri, Amanda Hartman, dll.
3.
Sekedar
untuk catatan, para mahasiswa tingkat-2 berikutnya, khususnya yang pernah
menjadi dosen di lembaga akademi kita (Bandung) ialah:




4.
Namun
di AILO juga dibuka kursus Lagree Acte Onderwijs (LAC), yang mungkin bisa
disetarakan dengan SGPD (Sekolah Guru Pendidikan Jasmani). Waktu itu belum ada
SGPD yang siswa-siswanya ialah para lulusan SMP atau yang setara dengan itu.
Tujuan dibukanya LAC oleh Depdikbud ialah untuk memenuhi kebutuhan guru-guru
Penjas di SD dan SMP. Kebanyakan lulusanya kemudian masuk kursus B1 Penjas.
Yang perlu
dicatat dari AILO ialah:



5.
1951—Nama AILO kemudian (1949)
berubah menjadi LAPD (Lembaga
Akademi Pendidikan Djasmani) yang lokasi gedungnya ialah di jalan van Deventer
no. 8 - 12 Bandung. Direkturnya saat itu adalah J.J. Berends (orang Belanda).
Lama Pendidikan 3 (tiga) tahun, dan para lulusannya bergelar Sarjana Muda Penjas. Seperti AILO dulu,
LAPD tergabung pada Fakultet Kedokteran Universitas Indonesia (UI), yang
beralamat di Jl, Salemba 6 Jakarta. Presiden UI waktu itu ialah Prof. Mr. Dr. Soepomo, sedangkan ketua
Fakultas Kedokterannya ialah Prof. Dr. Djoened Poesponegoro. Prof. Djoened
kemudian diganti oleh Prof. Dr. Slamet
Iman Santoso; dan beliau yang biasanya menyampaikan ijazah lulusan APD.
6.
1952—Karena Berends pula ke
negeri Belanda, Mochtar Saleh
menggantikannya sebagai direktur LAPD. Istrinya (Amanda Saleh) adalah juga
dosen APD. Mochtar Saleh menjabat direktur selama beberapa tahun sampai beliau
pergi bermukim di Jerman.
7.
1953—Di tahun ini nama LAPD
berubah lagi menjadi APD (Akademi Pendidikan Djasmani). Lokasi gedungnya masih
tetap di Jl. Van Deventer 8 – 12. Para mahasiswanya adalah para lulusan SMA
yang datang dari seluruh pelosok tanah air. Namun perlu dicatat pula bahwa,
kalau sampai tahun 1952 semua mahasiswanya ialah “orang-orang sipil”, maka di
tahun itu, selain orang-orang sipil, APD juga “dibanjiri” oleh
mahasiswa-mahasiswa baru, yaitu bintara-bintara anggota TNI, yang kebanyakan
ialah dari AURI (sekitar 40 orang).
Surat bertanding dan surat
wasit.
Yang perlu dicatat ialah bahwa di zaman LAPD, APD, dan kemudian STO (Sekolah Tinggi Olahraga), para
mahasiswa belain harus lulus matakuliah teori dan praktik, juga wajib
mengumpulkan sejumlah surat bertanding
dan surat wasit. Artinya untuk bisa lulus jadi Sarjana Muda, mereka harus
pernah bertanding dalam pertandingan resmi cabang olahraga sepakbola, bola
voli, bola basket, softball, hoki, dan bola tangan. Tujuan utamanya jelas agar
kelak di masyarakat mereka lebih siap untuk menjadi guru/pelatih yang selain
skill, juga pengetahuan perwasitannya baik.
8.
PTPG. Sementara itu di PTPG
(Perguruan Tinggi Pendidikan Guru—sekarang UPI) Bandung, pada tahun 1954 dibuka
jurusan Pendidikan Djasmani yang kelak (tahun tidak tercatat) digabungkan
dengan APD. Dengan demikian di PTPG tak ada lagi jurusan Penjas.
9.
1960—pada tahun 1960 dibukalah
FPD (Fakultas Pendidikan Djasmani),
yang waktu itu ada di bawah naungan UNPAD (Universitas Padjadjaran) Bandung.
Jadi setelah 4-5 tahun tidak bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat sarjananya,
para sarjana muda lulusan APD, PTPG, dan B1 Penjas berkesempatan untuk
melanjutkan pendidikannya guna memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Djasmani.
10. Setelah Direktur Mochtar
Saleh meninggalkan Indonesia untuk bermukim di negeri Jerman (Bremen), pimpinan
lembaga dijabat oleh OEN BING TIAT. Namun tak lama kemudian pimpinan dialihkan
kepada DJOESAR KARTASOEBRATA dari Kantor Pendidikan Djasmani Jawa Barat, namun
juga tidak untuk waktu yang lama
11. 1962
(?)—kalau tidak keliru (karena saat itu saya sedang diasramakan di TC Asian
Games di Jakarta), pada tahun 1962 (1961) FPD berganti nama menjadi STORA dan
kemudian STO (Sekolah Tinggi Olahraga). Dekannya ialah IRSAN, M.A. yang kelak dikenal sebagai pelatih fisik prtama para
pemain bulutangkis seperti Rudy Hartono, Christian, Ade Candra, Tjun-Tjun,
Minarni, dll. Bertahun-tahun kemudian, setelah Irsan diangkat oleh pemerintah
menjadi Kepala Kantor Kesegaran Jasmani di Jakarta, pelatih bulutangkis
diserahkan ke Tahir Djide. Dan Drs. Arie Suwardi menggantikan Irsan sebagai Pimpinan
STO.
12. 1977—pada
tahun 1977, lembaga yang semula berlokasi di Jl.Van Deventer pindah ke gedung
baru di Jl. Padasuka (mengenai tahun kepindahan ini masih harus dikonfirmasikan
lebih lanjut). Kompleks baru tersebut adalah sumbangan dari Bapak Gubernur saat
itu, yaitu SOLICHIN G.P. Nama
lembaga kemudian juga berubah, mula-mula FKIK (fakultas Keguruan dan Ilmu
Keolahragaan) dan akhirnya FPOK (Fakultas Pendidikan Olahraga dan Kesehatan).
Sejak itu FPOK bernaung di bawah IKIP (sekarang UPI) Bandung.
13. Human Interest. Di era LAPD dan APD setiap tahun diselenggarakan
apa yang dinamakan “Pekan Inter-APD”.
Yaitu pekan pertandingan olahraga antar tingkat dalam beragam cabang olahraga.
Tujuannya ialah untuk melihat bagaimana perkembangan kemahiran olahraga para
mahasiswa. Setiap tingkat punya nama regu sendiri, dan juga pembina/coach yang
khusus, yaitu seorang dosen. Jadi setiap dosen bertugas sebagai pelatih.
Nama-nama regu antara lain “Kapuk” (angkatan 1953), Gargantua (1954), lalu ada
Pesat, Hermina, Satria, Balistik, Serasalmo, Hercules, dll.
14. Setiap tahun
diselenggarakan “Pekan PBSLA”, yaitu
pekan pertandingan basket antar SLA se Bandung. Yang uniek ialah,
penyelenggaraannya sepenuhnya dilaksanakan oleh para mahasiswa tingkat II. Para
mahasiswa penyelenggara bertanggungjawab sampai ke urusan yang
sekecil-kecilnya; dari panitia, pendaftaran, ngecet lapangan, papan basket,
mengatur jadwal pertandingan untuk selama seminggu, penentuan wasit, mengatur
penonton yang selalu membludak, keamanan, ya sampai jaga sepeda dan tarik
karcis jaga sepeda (waktu itu masih amal langka sepeda motor, apalagi mobil).
Seluruh penyelenggaraan tersebut diawasi dengan ketat oleh setiap dosen
matakuliah praktik. Inilah suatu pendidikan dan pemberian pengalaman
berorganisasi secara nyata yang bisa amat bermanfaat bagi para mahasiswa
sebelum mereka kelak terjun di masyarakat.
15. Just for the record,
urutan pimpinan lembaga sejak tahun 1949 sampai tahun 2009 ialah:
·
DOBBENGA
·
BERENDS
·
MOCHTAR
SALEH
·
OEN
BING TIAT
·
DJOESAR
K.
·
IRSAN
·
ARI
SUWARDI
·
SANTOSO
·
HARSONO
·
RUSLI
LUTAN
·
AMUNG
MA’MUN
·
YUDHA
M SAPUTRA
Catatan Kilas balik di atas
adalah gambaran secara umum mengenai perjalanan lembaga pendidikan guru
pendidikan jasmani sejak GIVLO hingga yang sekarang bernama FPOK. Penulis
mengakui bahwa di sana-sini masih ada kekurangcermatan dalam tahun, tanggal,
atau nama yang tertulis. Hal ini semata-mata disebabkan oleh langkanya (hanya
sebuah buku) tulisan riwayat mengenai lembaga tersebut. Karena dirasakan kisah
tersebut masih perlu dikonfirmasikan dengan para pelaku sejarah lembaga
pendidikan tersebut; yang terus terang saja saya perkirakan sudah teramat langka.
Bandung September 2009
Penyusun,
Harsono
(Mantan Mahasiswa LAPD
Angkatan 1952-1953)
Living Clay
I took a piece of living clay
And gently formed it day by day
And molded it with power and art
A young child’s soft and yielding heart
I came again when years were gone
It was a man I looked upon
He still the early impress bore
But I could change him never more
(Prof. Dr. Bookwalter)
Tayang studi luar negeri
“Overkompensasi ialah keadaan dimana kita
dapat melakukan kelebihan daripada kompensasi itu sendiri, jadi dimana
atlet akan mengalami regenerasi dimana dalam overkompensasi adalah dimana
kita akan mengalami kelelahan yang berlebihan.”
Tayang kritikan
Climb every mountain, search high and low
Follow every byway, every path you know
Climb every mountain, ford every stream
Follow every rainbow, ‘till you find your dream
A dream that will need
All the love you can give
Every day of your life
For as long as you life
Climb every mountain, ford every stream
Follow every rainbow, ‘till you find your dream
Build school of tomorrow today
Jangan
Build schools of today today
Apalagi
Build schools of yesterday today
Tayang
Bloomington....Final dinner
Final Luncheon—Albany
Finally, to conclude my speech, I like to quote a
warning, which was voiced 15 years ago. It says (I quote) “studying abroad can
be one of the most fulfilling times of a person’s life. But beware, we must no
longer take it for granted that cross-cultural contact, automatically breeds
understanding of goodwill.....both visitors and hosts must continually work at
developing their sensitives towards each other.”
“(.....tidak dengan sendirinya
membiakkan/menyebabkan pengertian dan silaturahim (goodwill).....namun kedua
fihak, baik tamu maupun tuan rumah, harus secara kontinu berusaha untuk
mengembangkan kepekaannya antara mereka.”)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar